News Burmeso– Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua menegaskan bahwa pemusnahan sejumlah aksesori berupa mahkota dan hiasan kepala yang menggunakan bulu burung cenderawasih telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Langkah ini merupakan bagian dari upaya serius pemerintah dalam menekan perdagangan ilegal satwa dilindungi dan menjaga keberlangsungan spesies endemik Papua yang menjadi simbol keindahan alam Indonesia.
Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso, menjelaskan bahwa tindakan pemusnahan tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dalam regulasi itu disebutkan bahwa barang bukti tertentu yang berasal dari tindak pidana lingkungan hidup atau kehutanan, termasuk bagian tubuh satwa dilindungi, wajib dimusnahkan untuk mencegah penyalahgunaan dan peredaran kembali di pasar gelap.
“Semua proses sudah sesuai prosedur hukum. Pemusnahan dilakukan setelah melalui tahapan administrasi, koordinasi dengan aparat penegak hukum, serta kesepakatan dengan kelompok masyarakat yang sebelumnya menjadi pemilik benda tersebut,” ujar Johny Santoso di Jayapura, Rabu (23/10/2025).
Menurutnya, keputusan tersebut tidak diambil secara sepihak. Proses pemusnahan melibatkan tim patroli terpadu yang terdiri atas BBKSDA Papua, kepolisian, TNI, serta perwakilan masyarakat adat.
Johny menambahkan, tindakan ini juga merupakan bentuk edukasi dan simbol komitmen bersama dalam memutus rantai perdagangan ilegal satwa liar, khususnya burung cenderawasih yang menjadi ikon kebanggaan Tanah Papua. “Kami ingin masyarakat melihat bahwa setiap tindakan pelanggaran terhadap satwa dilindungi ada konsekuensi hukumnya. Satwa liar bukan untuk diperjualbelikan, apalagi dijadikan hiasan,” tegasnya.
Upaya Menyelamatkan Simbol Keindahan Papua

Baca Juga: Gubernur Papua Matius Fakhiri Dorong Budaya Birokrasi Terbuka dan Tanpa Sekat
Burung cenderawasih atau yang dikenal dengan sebutan bird of paradise merupakan salah satu spesies endemik Papua yang dilindungi oleh undang-undang. Keindahan bulunya sering menjadi incaran pemburu liar dan pedagang aksesoris tradisional, terutama untuk dijadikan hiasan kepala, pakaian adat, atau suvenir wisata.
“Di satu sisi kita menghormati adat dan budaya masyarakat Papua yang menjadikan cenderawasih sebagai simbol keindahan dan kebanggaan. Tetapi di sisi lain, kita harus memastikan bahwa pelestarian alam tetap berjalan. Karena tanpa upaya konservasi, anak cucu kita mungkin hanya akan mengenal cenderawasih dari gambar, bukan dari alam,” tutur Johny.
Pendekatan Edukasi dan Kearifan Lokal
Selain penegakan hukum, BBKSDA Papua terus menggencarkan pendekatan edukasi berbasis kearifan lokal. Masyarakat adat didorong untuk beralih menggunakan replika bulu cenderawasih sintetis yang kini mulai banyak digunakan dalam kegiatan budaya, tari-tarian, maupun acara adat.
Program ini juga mendapat dukungan dari tokoh adat dan komunitas perempuan Papua yang aktif dalam gerakan pelestarian satwa. Mereka menilai bahwa penggunaan replika justru memperkuat pesan moral bahwa budaya Papua mampu beradaptasi tanpa merusak alamnya.







